Untuk ilustrasi kotbahku :)
Batu Kecil & Mutiara
Pada suatu ketika, hiduplah seorang pedagang batu-batuan. Setiap hari dia berjalan dari kota ke kota untuk memperdagangkan barang-barangnya itu. Ketika dia sedang berjalan menuju ke suatu kota, ada suatu batu kecil di pinggir jalan yang menarik hatinya. Batu itu tidak bagus, kasar, dan tidak mungkin untuk dijual. Namun pedagang itu memungutnya dan menyimpannya dalam sebuah kantong, dan kemudian pedagang itu meneruskan perjalanan nya.
Setelah lama berjalan, lelahlah pedagang itu, kemudian dia beristirahat sejenak. Selama dia beristirahat, dia membuka kembali bungkusan yang berisi batu itu. Diperhatikannya batu itu dengan seksama, kemudian batu itu digosoknya dengan hati-hati. Karena kesabaran pedagang itu, batu yang semula buruk itu, sekarang terlihat indah dan mengkilap. Puaslah hati pedagang itu, kemudian dia meneruskan perjalanannya.
Selama dia berjalan lagi, tiba-tiba dia melihat ada yang berkilau-kilauan di pinggir jalan. Setelah diperhatikan, ternyata itu adalah sebuah mutiara yang indah. Alangkah senangnya hati pedagang tersebut,mutiara itu diambil dan disimpannya tetapi dalam kantong yang berbeda dengan kantong tempat batu tadi. Kemudian dia meneruskan perjalanannya kembali. Adapun si batu kecil itu merasa bahwa pedagang itu begitu memperhatikan dirinya, dan dia merasa begitu bahagia.
Namun pada suatu saat mengeluhlah batu kecil itu kepada dirinya sendiri. "Tuan begitu baik padaku,setiap hari aku digosoknya walaupun aku ini hanya sebuah batu yang jelek, namun aku merasa kesepian. Aku tidak mempunyai teman seorangpun, seandainya saja Tuan memberikan kepadaku seorang teman".
Rupanya keluhan batu kecil yang malang ini didengar oleh pedagang itu. Dia merasa kasihan dan kemudian dia berkata kepada batu kecil itu "Wahai batu kecil, aku mendengar keluh kesahmu, baiklah aku akan memberikan kepadamu sesuai dengan yang engkau minta".
Setelah itu kemudian pedagang tersebut memindahkan mutiara indah yang ditemukannya di pinggir jalan itu ke dalam kantong tempat batu kecil itu berada. Dapat dibayangkan betapa senangnya hati batu kecil itu mendapat teman mutiara yang indah itu. Sungguh betapa tidak disangkanya, bahwa pedagang itu akan memberikan miliknya yang terbaik kepadanya.
Waktu terus berjalan dan si batu dan mutiara pun berteman dengan akrab. Setiap kali pedagang itu beristirahat, dia selalu menggosok kembali batu dan mutiara itu.Namun pada suatu ketika, setelah selesai menggosok keduanya, tiba-tiba saja pedagang itu memisahkan batu kecil dan mutiara itu. Mutiara itu ditempatkannya kembali di dalam kantongnya semula, dan batu kecil itu tetap di dalam kantongnya sendiri.
Maka sedihlah hati batu kecil itu. Tiap-tiap hari dia menangis, dan memohon kepada pedagang itu agar mengembalikan mutiara itu bersama dengan dia. Namun seolah-olah pedagang itu tidak mendengarkan dia. Maka putus asalah batu kecil itu, dan di tengah-tengah keputusasaan nya itu, berteriaklah dia kepada pedagang itu "Oh tuanku, mengapa engkau berbuat demikian? Mengapa engkau mengecewakan aku?"
Rupanya keluh kesah ini didengar oleh pedagang batu tersebut. Kemudian dia berkata kepada batu kecil itu "Wahai batu kecil, kamu telah ku pungut dari pinggir jalan. Engkau yang semula buruk kini telah menjadi indah. Mengapa engkau mengeluh? Mengapa engkau berkeluh kesah? Mengapa hatimu berduka saat aku mengambil mutiara itu daripadamu? Bukankah mutiara itu miliku, dan aku bebas mengambilnya setiap saat menurut kehendakku? Engkau telah kupungut dari jalan, engkau yang semula buruk kini telah menjadi indah. Ketahuilah bahwa bagiku, engkau sama berharganya seperti mutiara itu, engkau telah kupungut dan engkau kini telah menjadi milikku juga. Biarlah aku bebas menggunakanmu sekehendak hatiku. Aku tidak akan pernah membuangmu kembali".
Mengertikah apakah maksud cerita di atas ? Yang dimaksud dengan batu kecil itu adalah kita-kita semua, sedangkan pedagang itu adalah Tuhan sendiri. Kita semua ini buruk dan hina di hadapanNya, namun karena kasihnya itu Dia memoles kita, sehingga kita dijadikannya indah di hadapanNya. Sedangkan yang dimaksud dengan mutiara itu adalah berkat Tuhan bagi kita semua. Siapa yang tidak senang menerima berkat? Berkat itu dapat berupa apa saja dalam kehidupan kita sehari-hari, mungkin berupa kegembiraan, kesehatan, orangtua, saudara dan sahabat, dan banyak lagi. Apakah kita pernah bersyukur, setiap kali kita mendapat berkat itu? Dan apakah kita tetap bersyukur, jika seandainya Tuhan mengambil semuanya itu dari kita? Bukankah semua itu milikNya dan Ia bebas mengambilnya kembali kapanpun Ia mau? Bersyukurlah selalu kepadaNya, karena Dia tidak akan pernah mengecewakan kita semua.
Yer 29:11-12
Bukankah Aku ini mengetahui rencana-rencanaKu kepadamu ? Yaitu rencana keselamatan dan bukannya rencana kecelakaan untuk memberikan kepadamu hari esok yang penuh harapan. Maka kamu akan berseru dan datang kepadaKu untuk berdoa dan Aku akan mendengarkan kamu.
Bayanganku di Cermin
Sore itu hujan rintik-rintik mengantar Patrik pulang ke asrama tempat tinggalnya, dia seorang mahasiswa yang hidup jauh dari kampung halaman dan keluarganya. Dengan lelah ia meletakan tas yang penuh dengan buku diatas meja belajarnya, dengan tergesa-gesa ia mengganti pakaian dan segera berbaring di tempat tidurnya dengan harapan lelah yang ia rasakan segera terobati. pikirnya: 'mengapa aku begitu lelah?', ''seandainya tadi nilai ujianku A, B atau setidaknya C, pastinya aku tidak frustasi seperti ini, frustasi ini membuat aku begitu lelah dan hanya ingin tidur saja rasanya, hmm.. tapi ujian belum selesai, besok ada 2 mata ujian yang harus kuhadapi, yah.. Tuhan tolonglah aku''. ia bangun dari tidurnya, menyandarkan punggungnya ke bantal dan duduk menatap cermin yang menempel di lemari tepat di depannya, ia pun mengutarakan keluhannya kepada bayangannya di cermin, dalam hatinya ia berkata :' hai kamu yang disana, bayanganku, apakah nasibmu sama denganku? bagaimana kehidupanmu di duniamu? aku tahu kalau kamu mempunyai kehidupanmu sendiri dan sekarang kamu sedang bercakap-cakap denganku bayanganmu dan akupun sedang bercakap-cakap denganmu bayanganku, iapun mendekati cermin itu dan melihat kedalam cermin, ia menyerongkan kepalanya agar dapat melihat situasi didalam cermin itu..' ya aku tau, km sedang melihat ke dalam kamarku, rasanya aku ingin memecahkan engkau cerminku.. apa katamu? kau ingin memecahkan cerminku? ya kita ini sama dan apa yang aku lakukan km juga akan melakukannya, di duniamu yang aku sebut dunia cermin dan di duniaku yang kamu sebut dunia cermin jg'' katanya sambil tersenyum sendiri.
Ia kembali ketempat tidurnya dan berusaha untuk beristirahat agar lelah yang ia rasakan lenyap, pikirnya, ' kalau aku tidak istirahat, aku tidak dapat berkonsentrasi untuk belajar'. sejam berlalu namun ia masih melamun di tempat tidurnya, kembali ia menatap cermin dari tempat tidurnya dan pikirannya terbawa ke dalam khayalannya.
Dalam khayalan cermin menyapanya, 'apa yang terjadi padamu?' ini aku cermin teman sekamarmu, ceritakanlah padaku masalahmu. dia menjawab cermin itu, 'apa yang salah denganku?' aku selalu saja merasa iri hati dengan teman-temanku bahkan akupun sering frustasi karna apa yang aku capai sangat tidak memuaskan hatiku dan lagi mengapa teman2ku mencapai hal yang aku inginkan sedangkan aku sendiri tidak dapat mencapainya, prestasi akademik, wanita idaman, bahkan akupun iri dengan tinggi badan yang mereka miliki namun tidak aku miliki, aku selalu berusaha untuk tidak memikirkannya namun pikiran itu selalu menggangguku.
Sesaat kemudian bayangannya keluar dari cermin dan duduk di tempat tidurnya tepat di samping patrik dan sambil tersenyum bayangan itu berkata: 'aku ini cermin dan aku mempunyai banyak rupa, banyak orang yang melihat dirinya padaku dan aku melihat bahwa pada dasarnya segala jerih payah dan keberhasilan orang didorong oleh rasa iri hati yang dimilikinya, kebanyakan aku melihat hidup mereka di gerakan oleh hal-hal yang tidak semestinya menggerakkan hidup mereka, rasa bersalah, benci, marah, rasa takut, materi, kedudukan, nama baik dan hal-hal lainnya, aku pun bingung dengan masing-masing mereka, apakah untuk itu tujuan hidup mereka??" Patrik menjawabnya dengan nada bertanya, 'Bukankah memang seperti itu kehidupan ini?', bayangan itu menatapnya dan berkata, 'kawanku.. benar katamu, kehidupan di dunia ini memang seperti itu", tapi semuanya itu bukanlah tujuan hidup ini, patrik kembali bertanya dengan nada penasaran,'kalau begitu apakah tujuan hidup itu? katakan padaku hai kamu bayanganku.
Bayangannya tersenyum dan berkata pada patrix, "lihatlah kehidupan manusia yang tidak digerakan tujuan, hidupnya tiada makna dan ia berusaha menyenangkan hati semua orang, aku tidak mengetahui apa yang harus dilakukan untuk berhasil tapi apa yang mereka lakukan adalah kegagalan, kenalilah tujuan hidupmu dan biarkan hidupmu digerakan olehnya. sahut patrik kepadanya, 'hai bayanganku bertahukan padaku apakah tujuan hidupku itu?. aku ini bayanganmu masakan engkau bertanya padaku yang adalah bayanganmu.
Lihatlah seorang ibu yang menjahit pakaian yang indah, tak seorang pun tau untuk apa ibu itu membuat pakaian yang indah itu selain dia yang membuatnya, anak perempuan ibu itu bertanya kepadanya,'untuk apa ibu membuat pakaian yang indah itu', sambil tersenyum ibu itu menjawab, "anakku yang kukasihi, aku akan membuat pakaian yang indah yang aku rencanakan untuk hari pernikahanmu nanti ". patrik terdiam sambil memandang bayangannya, kata bayangan itu padanya, "mengapa engkau memandangiku? aku tidak dapat memberitahu tujuan hidupmu hanya Dia yang menciptakanmu yang mengetahuinya, satu hal yang ingin kuberitahu kepadamu, bahwa hidupmu ini bukan mengenai kamu, tetapi bagi kemuliaanNya yang menciptakan engkau, sebab segalah sesuatu diciptakan oleh Dia dan bagi Dia. bayangan itu tersenyum dan lenyap meninggalkan patrik.
Patrik terbangun dari tidurnya, lelahnya sudah pergi meninggalkannya, ia bangun duduk di meja belajarnya dan memanjatkan doanya, "ya Tuhan, segala kemuliaan hanya bagiMu, ku tahu hidupku hanya untuk kemuliaan namaMu, pakailah hidupKu ya Tuhan biarlah yang kulakukan hanyalah untukmu, aku akan belajar untuk ujian besok dan semua itu kupersembahkan untuk Engkau, kebersyukur untuk semua yang terjadi dalam hidupku peganglah tanganKu ya Tuhan dalam menghadapi dunia ini, ampuniku atas kelemahanku, aku membutuhkan Engkau. amin". patrik membuka buku pelajarannya dan belajar dengan sukacita.
Batu Untuk Dilemparkan?
Banyak orang berpikir bahwa sebuah film dengan aktor utamanya adalah seorang “idiot” pasti akan disambut secara dingin oleh pemirsa. Forrest Gump justru sebaliknya. Tom Hanks muncul melakonkan seorang pemuda yang bernama Forrest Gump, mengisahkan tiga puluh tahun kehidupannya, dan ia senantiasa muncul sebagai “pemenang” dalam setiap kejadian besar yang berhubungan dengan sejarah Amerika jamannya. Ia muncul sebagai pemain American football, tampil sebagai pahlawan dalam perang Vietnam, ia menjuarai turnament ping pong internasional. Ia adalah pahlawan yang bertemu dan disambut hangat oleh dua presiden Amerika John F. Kennedy dan Richard Nixon. Ia juga tampil perkasa dalam Watergate Scandal.
Di samping Forrest, terdapat pula bintang utama lain dalam film ini yakni Jenny yang merupakan satu-satunya teman Forrest di samping ibunya. Dalam perkembangan selanjutnya, Jenny menjadi orang yang dicintai Forrest. Dalam salah satu adegan, setelah ayahnya meninggal Jenny kembali ke rumah lama yang ditinggalkannya. Rumah tua ini sungguh tak bermodel lagi. Segalanya nampak punah dan tinggal kenangan yang samar-samar. Namun secara perlahan dalam ingatannya ia kembali dihantar kepada pengalaman pedih yang dialaminya ketika ia masih kecil, ketika ia diperkosa di tempat ini. Pengalaman ini muncul begitu kuat dan Jenny dipenuhi dengan kemarahan dan rasa dendam. Tak ada yang bisa dia lakukan kecuali melemparkan batu ke arah rumah tua tersebut. Ia melempar...melempar dan terus melempar, hingga akhirnya Jenny kehabisan tenaga dan terkulai jatuh di tanah. Adegan ini berakhir saat Forrest datang mendekat dan berkata kepada Jenny dengan kata-kata bernada filosofis; “ Kadang-kadang kita kekurangan batu untuk dilemparkan.”
Ketika kita disakiti, ditipu, atau dikhianati dan dijauhi oleh orang yang amat kita cintai, tentu saja ada dendam dan benci memenuhi bathin kita. Ingin rasanya melemparkan batu ke arah dia atau mereka yang menyakiti kita. Namun pada saat ini hendaklah kita ingat satu hal, kita ingat kata-kata Forrest; “Terkadang kita kekurangan batu untuk dilemparkan.” Dan dalam situasi demikian satu hal adalah pasti: Kita tak akan pernah kekurangan kekuatan untuk mengampuni dan memaafkan sesama kita. Karena Yesus sang Guru pernah berkata; “Ampunilah sesamamu tujuh puluh kali tujuh kali.” (Mat 18; 22)
Batu Ajaib
Pada awalnya manusialah yang menciptakan kebiasaan. Namun lama kelamaan, kebiasaanlah yang menentukan tingkah laku manusia.
Ada seorang yang hidupnya amat miskin. Namun walaupun ia miskin ia
tetap rajin membaca. Suatu hari secara tak sengaja ia membaca sebuah buku kuno. Buku itu mengatakan bahwa di sebuah pantai tertentu ada sebuah batu yang hidup, yang bisa mengubah benda apa saja menjadi emas.
Setelah mempelajari isi buku itu dan memahami seluk-beluk batu ersebut,
iapun berangkat menuju pantai yang disebutkan dalam buku kuno itu.
Dikatakan dalam buku itu bahwa batu ajaib itu agak hangat bila disebut,
seperti halnya bila kita menyentuh makhluk hidup lainnya.
Setiap hari pemuda itu memungut batu, merasakan suhu batu tersebut lalu
membuangnya ke laut dalam setelah tahu kalau batu dalam genggamannya itu dingin-dingin saja. Satu batu, dua batu, tiga batu dipungutnya dan dilemparkannya kembali ke dalam laut. Satu hari, dua hari, satu minggu,
setahun ia berada di pantai itu. Kini menggenggam dan membuang batu
telah menjadi kebiasaannya.
Suatu hari secara tak sadar, batu yang dicari itu tergenggam dalam
tangannya. Namun karena ia telah terbiasa membuang batu ke laut, maka batu ajaib itupun tak luput terbang ke laut dalam. Lelaki miskin itu
melanjutkan 'permainannya' memungut dan membuang batu. Ia kini lupa apa yang sedang dicarinya.
-------
-.) Bila hidup ini cuman suatu rentetan perulangan yang membosankan,
maka kita akan kehilangan kesempatan untuk menemukan nilai baru di balik
setiap peristiwa hidup.
-.) Setiap hari merupakan hadiah baru yang menyimpan sejuta arti.
Batu Kecil
Pada suatu hari seorang rekan kita berjalan di sebuah jalan desa yang berkelok dan mendaki. Waktu itu pagi-pagi benar dan dia ingin menghadiri Misa di sebuah gereja yang agak jauh dari tempatnya. Dia mengenakan mantel berwarna coklat, wajahnya tampak mengantuk dan sandalnya menyeret tanah sehingga debu beterbangan dibelakangnya.
Baru berjalan sepuluh menit dia melihat jam arlojinya menunjukkan pukul 05.40 padahal Misa akan dimulai pukul 06.00. Wah bisa terlambat nih. Lagipula sudah waktunya sarapan pagi tetapi dia lupa membawa bekal. Dia mulai merasa panas hati, bahkan sedikit bingung memikirkan perjalanannya yang masih agak jauh, sudah terlambat, dinginnya pagi dan "mengapa" harus membuat perjalanan itu. Dia samasekali tidak mempunyai konsentrasi sehingga kakinya terantuk batu yang terletak tepat di tengah jalan. Dia bahkan tidak melihat batu itu karena hanyut oleh pikiran dan keprihatinannya. Ujung jarinya pun terluka dan terasa sakit.
"Apa sebabnya batu itu ada disini ?", pikirannya berpindah pada topik yang baru. "Mengapa batu itu tepat berada di tengah jalan yang dilewatinya ? Apakah ada seseorang yang dengan sengaja meletakkan batu itu disitu ?" (Batu bertambah besar). Pasti ada yang sengaja meletakkan batu itu disitu sehingga ia terantuk. (Batu bertambah lebih besar). Ada orang yang tidak suka dengan dia. (Batu itu sekarang menjadi begitu besar sehingga merintangi seluruh jalan). Pikirannya mulai menghitung nama orang-orang yang tidak menyukainya dan barangkali tidak dapat bergaul dengannya.
Pada saat itu batu sudah menjadi seperti sebuah gunung yang besar. Rekan kita ini akhirnya duduk di pinggir jalan dibawah naungan sebatang pohon, memandang gunung raksasa yang menghalangi semua usahanya dan mengacaukan rencananya.
Di jalan yang sama itu lewat seorang wanita dan melihat rekan kita yang sedang kebingungan. Wanita itu yang ternyata salah seorang umat yang hendak pergi juga ke Misa pagi itu. Ia mendekatinya dan menanyakan apa yang menjadi masalahnya. Akhirnya dikatakannya seluruh cerita tentang keinginannya, maksud baiknya dan bagaimana ia terluka dan dirintangi oleh sebuah gunung besar yang dipasang oleh seseorang di jalan itu. Wanita itu menyediakan sedikit waktu untuk berbincang-bincang, lalu ia pergi ke tengah jalan. Diambilnya sebuah batu kecil dan dilemparkannya ke seberang jalan. Rekan kita ini sangat terkejut keheranan. Ketika dia meninggalkan tempat kejadian dia memperhatikan bahwa gunung itu ternyata hanyalah sebuah batu kecil, tidak cukup besar untuk mencegah ia melanjutkan perjalanannya menghadiri Misa menemui Yesus yang sudah menantinya.
Karena itu, jangan biarkan batu-batu kecil itu menghalangi langkah mewujudkan semua rencana baik anda.
Batang Gelagah
Sebatang gelagah di bibir sebuah telaga bening. Ia bergoyang meliuk ke sana ke mari menuruti irama hembusan angin sepoi. Ia cuman sebatang saja. Yang lain telah lama layu dan mati, sedangkan yang baru belum lagi muncul. Namun dalam kesendiriannya ia bergerak, ia meliuk tanpa keluh dan kesah.
Ketika ia menunduk, ia melihat bayangan dirinya di beningnya telaga biru, dirinya yang berada dalam hening namun tak merasa sepi. Ia melihat dirinya yang sedang menari penuh senyum bersama hembusan angin segar. Tak ada penonton yang memberikan tepukan meriah, tak ada suara sorakan gempita. Tak ada aku dan anda yang memperhatikannya. Namun ia tetap meliuk. Ia tetap menari. Ia menari untuk mensyukuri hadiah hari ini dan hari kemarin. Ia mempersembahkan tariannya hari ini buat hari esok.
Betapa sering aku menantikan orang lain memberikan kata-kata peneguhan yang tak pernah muncul. Betapa sering aku melimpahkan semua masyalahku pada sesuatu di luar diriku. Betapa aku sering lupa, kalau aku harus mengerti diriku sendiri lebih dari pada dimengerti oleh orang lain, bahwa aku harus mencintai diriku sendiri lebih dahulu sebelum aku dicintai orang lain. Aku harus belajar menari - seperti batang gelagah di bibir telaga itu - walau tak seorangpun bertepuk tangan memberikan sorakan.
Terima kasih batang gelagah yang gemulai, yang hidup dalam jangka yang cuman sebentar. Namun engkau telah mengajarkan aku untuk mencintai hidupku.
Air Terjun
Adalah air terjun di suatu daerah yang terpencil dan jauh yang dikenal berkhasiat menyembuhkan bagi yang sakit dan memuaskan dahaga bagi setiap pendatangnya.
Air terjun ini bebas bagi setiap pengunjung yang ingin mendatangi dan mengagumi panorama di sekitarnya.
Banyak orang yang iri pada penduduk yang tinggal di sekitar air terjun ini karena mereka bisa menikmati air berkhasiat itu serta damai,segar dan tenangnya alam.
Pada air terjun itu ada yang bersenang-senang dan berenang dibawah guyuran air, ada yang menampung air itu untuk dibawa ke rumah masing-masing.
Beberapa orang membeli dan membawa ember berwarna hijau untuk menampung air terjun yang berkhasiat itu, beberapa orang lagi membawa ember berwarna merah dan warna warna lainnya sesuai dengan kesukaan mereka.
Disaat mereka telah tiba di rumah masing masing maka mulailah mereka bercerita tentang indahnya alam di sekitar air terjun itu dan menunjukkan oleh-oleh air yang mereka dapatkan. Serta membagi-baginya pada sanak saudara dan handai taulan dengan botol yang berwarna sama seperti embernya. Mereka yang menerima oleh-oleh itu begitu bangga sehingga menyimpannya sebagai hiasan dan bukti bahwa mereka mempunyai air dari air terjun yang sangat terkenal itu.
Si pembawa oleh-oleh air itu akhirnya meninggal dan oleh-oleh yang dia bagikan tetap tersimpan berikut cerita tentang keindahannya dan menjadi kenang-kenangan turun temurun. Pada akhirnya mereka yang menyimpan air itu menyatakan bahwa mereka mengerti sepenuhnya tentang air terjun tersebut dan mulai bercerita begitu lancarnya. Semua orang yang diceritakan tentang alam air terjun itu berikut kenang-kenangan air yang ada terus mengaguminya dan mulailah air itu menjadi begitu tak ternilai sehingga banyak orang yang menyatakan bahwa air yang diambil dari ember merahlah yang asli dan sebaliknya bagi mereka yang mendapat air dari ember dari warna yang berbeda pun menyatakan hal yang sama.
Pada suatu saat bertemulah salah satu penyimpan oleh-oleh air dari botol berwarna merah dengan botol berwarna biru, merekapun mulai memperdebatkan keaslian air yang mereka punya. Tanya jawab sengitpun bergulir baik pertanyaan tentang posisi air terjun, susunan batu disekitar air terjun dan habitat tanaman ataupun hewan apa saja yang ada disana untuk membuktikan air siapakah yang asli. Perdebatan tak pernah berakhir karena semuanya merasa bahwa hanya air merekalah yang asli dari air terjun itu.
Di lain tempat di sekitar air terjun yang menjadi perbincangan masih ditemukan penjual yang menjajakan ember berbagai warna bagi para pengunjung yang ingin membawa air sebagai oleh-oleh dan tak jauh adapula beberapa orang yang membawa ember yang berwarna apa saja saat menjumpai para pencari air terjun yang cedera juga kehausan dan belum sampai di tujuan dengan senangnya mereka membagi air tersebut supaya para pejalan itu mendapatkan kekuatan untuk sampai di air terjun itu.
Kasih karunia Tuhan itu bagaikan air terjun yang takkan pernah habis dan bebas bagi siapa saja. Rasanya hanya membuang waktu jika kita memperdebatkannya. Adalah lebih berguna jika air itu dapat kita bagi bagi siapa saja yang membutuhkan ataupun yang kehausan tanpa harus melihat botol warna apa yang kita punya
Sungguh melelahkan jika harus mencari orang yang membutuhkan tetapi harus dengan botol yang berwarna sama dengan ember yang kita punya, seperti air terjun yang tak memilih ember yang ingin menampung airnya, terus mengalir dengan derasnya.
Berjalan dan Berhenti
Seorang penyanyi terkenal. Suatu saat ketika didatangi dan diayu-ayukan oleh para pengagumnya, berkata dengan nada pahit; Ketika aku masih muda, saya berusaha keras mendaki puncak karierku. Saat itu aku seperti layaknya seekor kuda yang sedang menempuh jalur perlombaan; tak ada sesuatu yang lain yang mampu menarik perhatiannya kecuali garis finish.
Melihatku yang sedemikian sibuk, nenekku memberikan nasihat; “Anakku, jangan berjalan terlalu cepat. Karena sepanjang jalanmu ada banyak pemandangan menarik.”
Namun aku tak pernah mendengarkan kata-katanya. Dalam hatiku aku berpikir, bila seseorang telah melihat secara jelas arah perjalanannya, mengapa harus menyia-nyiakan waktu untuk sekedar berhenti sejenak? Dengan pikiran yang demikian, aku terus berlari ke depan. Tahun silih berganti dan saya memperoleh kedudukan, nama serta harta yang aku idam-idamkan sejak lama. Aku juga memiliki sebuah keluarga yang amat saya cintai. Namun aku tak pernah merasa bahagia. Aku heran dan terus bertanya, di manakah letak kesalahannya sehingga aku tak bahagia?.
Setelah diam cukup lama, penyanyi itu melanjutkan, Suatu saat, kelompok musik kami ikut pentasan di luar daerah. Akulah penyanyi utamanya. Setelah selesai pentasan, semua yang hadir bertepuk tangan bersorak-sorai tanpa henti. Pentasan saat itu sangatlah berhasil. Namun saat orang sedang bersorak-sorai itulah aku dilanda kesedihan mendalam. Seseorang memberikan telegram kepadaku yang dikirim oleh isteriku. Anak kami yang keempat baru saja dilahirkan. Setiap kali anak-anakku dilahirkan saya selalu berada jauh dari isteriku, cuma dialah yang harus menanggung beban penderitaan seorang diri. Aku tidak pernah melihat bagaimana anak-anakku mulai membuat langkah pertama, belum pernah mendengar bagaimana mereka tertawa atau menangis. Aku hanya mendengar semuanya itu dari cerita ibunya. Kata-kata nenekku kini terngiang lagi di telingaku.... Sungguh, aku telah kehilangan banyak teman, sudah lama aku tak pernah menyentuh buku-buku, dan serasa hampir seabad aku tak pernah menikmati indahnya bunga yang sedang mekar di taman atau hijaunya pohon-pohon serta merdunya kicau burung. Aku terlampau sibuk!!!!!.
Seorang bijak berkata; “Kita tak dapat hidup hanya dengan berpikir tanpa bekerja. Namun hidup ini menjadi amat tak berarti bila kita bekerja seperti sebuah mesin yang bergerak tanpa henti.” Kita butuh waktu luang untuk menilai kembali masa silam, serta menentukan arah masa depan yang baru.
Ketika berjalan, kita mengarah ke suatu tujuan tertentu. Ketika berhenti kita memupuk tenaga baru untuk memulai perjanan baru.
Air Mendidih
Seorang anak mengeluh pada ayahnya mengenai kehidupannya dan menanyakan mengapa hidup ini terasa begitu berat baginya. Ia tidak tahu bagaimana menghadapinya dan hampir menyerah. Ia sudah lelah untuk berjuang. Sepertinya setiap kali satu masalah selesai, timbul masalah baru.
Ayahnya, seorang koki, membawanya ke dapur. Ia mengisi 3 panci dengan air dan menaruhnya di atas api. Setelah air di panci-panci tersebut mendidih. Ia menaruh wortel di dalam panci pertama, telur di panci kedua dan ia menaruh kopi bubuk di panci terakhir. Ia membiarkannya mendidih tanpa berkata-kata. Si anak membungkam dan menunggu dengan tidak sabar, memikirkan apa yang sedang dikerjakan sang ayah. Setelah 20 menit, sang ayah mematikan api. Ia menyisihkan wortel dan menaruhnya di mangkuk, mengangkat telur dan meletakkannya di mangkuk yang lain, dan menuangkan kopi di mangkuk lainnya.
Lalu ia bertanya kepada anaknya, "Apa yang kau lihat, nak?" "Wortel, telur, dan kopi" jawab si anak. Ayahnya mengajaknya mendekat dan memintanya merasakan wortel itu. Ia melakukannya dan merasakan bahwa wortel itu terasa lunak. Ayahnya lalu memintanya mengambil telur dan memecahkannya. Setelah membuang kulitnya, ia mendapati sebuah telur rebus yang mengeras. Terakhir, ayahnya memintanya untuk mencicipi kopi. Ia tersenyum ketika mencicipi kopi dengan aromanya yang khas. Setelah itu, si anak bertanya, "Apa arti semua ini, Ayah?" Ayahnya menerangkan bahwa ketiganya telah menghadapi kesulitan yang sama, perebusan, tetapi masing-masing menunjukkan reaksi yang berbeda.
Wortel sebelum direbus kuat, keras dan sukar dipatahkan. Tetapi setelah direbus, wortel menjadi lembut dan lunak.
Telur sebelumnya mudah pecah. Cangkang tipisnya melindungi isinya yang berupa cairan. Tetapi setelah direbus, isinya menjadi keras.
Bubuk kopi mengalami perubahan yang unik. Setelah berada di dalam rebusan air, bubuk kopi merubah air tersebut. "Kamu termasuk yang mana?," tanya ayahnya. "Ketika kesulitan mendatangimu, bagaimana kau menghadapinya? Apakah kamu wortel, telur atau kopi?"
Bagaimana dengan kamu? Apakah kamu adalah wortel yang kelihatannya keras, tapi dengan adanya penderitaan dan kesulitan, kamu menyerah, menjadi lunak dan kehilangan kekuatanmu.
Apakah kamu adalah telur, yang awalnya memiliki hati lembut? Dengan jiwa yang dinamis, namun setelah adanya kematian, patah hati, perceraian atau pemecatan menjadi keras dan kaku. Dari luar kelihatan sama, tetapi apakah kamu menjadi pahit dan keras dengan jiwa dan hati yang kaku?
Ataukah kamu adalah bubuk kopi? Bubuk kopi merubah air panas, sesuatu yang menimbulkan kesakitan, untuk mencapai rasanya yang maksimal pada suhu 100 derajat Celcius. Ketika air mencapai suhu terpanas, kopi terasa semakin nikmat. Jika kamu seperti bubuk kopi, ketika keadaan menjadi semakin buruk, kamu akan menjadi semakin baik dan membuat keadaan di sekitarmu juga membaik.
Menjadi Emas atau Arang...???
Alangkah senangnya jika terlahir sebagai emas yang keberadaannya selalu diidam-idamkan dan dinanti- nanti. Semua orang ingin menyentuhnya, memilikinya dan sangat bangga bila berada di dekatnya karena nilainya yang amat tinggi. Tak heran jika emas dijuluki sebagai logam mulia, karena kedudukannya yang amat tinggi di mata manusia. Banyak sekali manusia berkelahi memperebutkannya dan bahkan tak jarang sampai saling membunuh.
Adapun terlahir sebagai arang, agaknya kalau dapat akan dihindari oleh setiap insan. Sejak lahir jangankan digendong, disentuhpun tidak karena rasa takut akan terkotori olehnya. Mengenai nilainya, jangankan satu gram, satu karung pun masih banyak orang yang dapat memilikinya. Keberadaannya pun terkadang tidak terlalu
dirasakan.
Namun, semahal-mahalnya emas jika ia berada di lingkungan yang salah dia akan rusak. Emas bila terkena merkuri (air raksa) akan kehilangan nilainya. Emas ketika tersebar dan bercampur dengan tanah tidaklah ada nilainya.
Adapun arang, apabila ia berada di tempat yang sangat dingin, dimana orang sangat membutuhkan kehangatan, nilai sekarung arang jauh lebih berharga dari nilai emas satu bukit.
Dari analogi di atas nampak bahwa lingkungan tempat suatu benda berada dan nilai manfaat keberadaan suatu benda pada lingkungan tersebut merupakan faktor yang penting untuk menilai tingkat manfaat keberadaan suatu benda.
Ada benda lain yang juga dinilai sangat tinggi oleh kebanyakan manusia, yaitu intan. Intan yang jernih dan kokoh, dapat digunakan untuk menghancurkan batu-batuan dan dapat juga digunakan sebagai perhiasan. Jika diteliti lebih lanjut, ternyata unsur pembentuk intan dan arang adalah sama-sama karbon. Keteraturan posisi molekul karbon dalam intan tersebut menjadikannya kokoh dan indah. Hal yang menyebabkan intan jauh lebih mahal daripada arang adalah karena intan sangatlah sulit didapat dan sangat besar manfaatnya walaupun unsure pembentuknya sama-sama karbon.
Dapatkah arang berubah menjadi intan? Jika posisi-posisi molekul karbon dalam arang dipindahkan sehingga menjadi teratur, bukan tidak mungkin arang yang hina dina berubah menjadi intan yang mulia. Namun, hal ini membutuhkan energi yang amat besar. Jadi walaupun unsur pembentuk suatu benda sama, namun keteraturan letak molekul unsur pembentuk dalam suatu benda dapat menyebabkan benda yang satu lebih bernilai dari benda yang lain.
Manusia, sebagai wakil Tuhan di muka bumi, sangatlah diharapkan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya dengan keberadaanya di atas bumi ini. Tuhan telah memerintahkan kita untuk senantiasa berhijrah.
Berhijrah bukanlah selalu berarti berpindah tempat secara fisik namun hijrah merupakan upaya berkesinambungan untuk dapat menjadi lebih bermanfaat bagi lingkungan tempat manusia tersebut berada.
Jika manusia merasa dirinya kurang dihargai dalam lingkungannya, ada 2 hal yang dapat ia lakukan, pindah secara fisik ke lingkungan yang lebih mendukung keberadaannya atau mengubah/menata ulang dirinya sehingga menjadi lebih bernilai dalam lingkungan tersebut, namun hal ini tentu saja membutuhkan energi dan upaya yang jauh lebih besar.
Apa yg membuatmu datang kepadaku?
Tok tok tok…., tok tok tok….. pintu kamarnya diketuk sekitar jam 11 malam. Ada apa gerangan, gumamnya. Apakah ada teman yang mencariku. Lalu terdengar suara memanggil, “Hun, ada yang mencarimu”. Aku bergegas keluar, dan tampaknya teman-teman yang biasanya ramai mengobrol dengan anak-anak kos di sini sudah pulang. Aku sampai di gerbang, dan ternyata seorang pemuda baru aku kenal yang mencariku. “Ada apa?”, tanyaku. Pemuda itu datang bersama seorang temannya; seorang wanita seumuran dengan kami. “Temanku ini sedang butuh uang, apa kau bisa meminjamkannya?”, dia bertanya.
“Apa yang mebuatmu datang kepadaku?”, tanyaku. “Maaf karena aku pun baru kali ini melakukannya, aku tak dapat berpikir untuk datang kepada orang lain selain engkau”, dia menjawab. Lalu dia meneruskan, “Jika ada orang lain yang kau tanyakan, mungkin jawabannya tidak berbeda. Sebelum kita bertemu, aku pernah tidak sengaja memperhatikanmu. Waktu itu kau sedang berjalan menuju mal di sebelah kampus kita. Saat itu, aku berjalan beberapa meter di belakangmu. Lalu di tengah jalan, ada seorang peminta. Kau segera mengambil selembar uang yang sepertinya sudah kau siapkan untuk kejadian seperti itu. Namun, aku terkejut dengan apa yang terjadi selanjutnya. Kau membungkuk, kau memandanginya, dan kau memberikan uangmu di genggaman tangannya, bukan di wadah uang yang ia sudah siapkan. Aku terperanjat dengan adegan itu. Badanmu tinggi, namun kau tak segan untuk membungkuk. Kacamata mu terlihat tebal, namun kau tak jenuh untuk memandangi mata seorang peminta”
“Ah cukuplah kata-katamu itu, aku tak sebaik itu. Apa yang sebenarnya terjadi terhadap temanmu?” balasku. “Dia butuh tambahan untuk membayar surat pembebasan pacarnya yang telah selesai masa tahanannya”, jawabnya. Lalu dia meneruskan, “Mungkin terdengar seperti aku mengarangnya, namun itulah yang sebenarnya”. Tiba-tiba si wanita bicara sambil tetap menunduk, “Maaf jika aku merepotkan, namun kalau kau keberatan, aku tidak akan memaksa dan mengganggumu”.
Aku menghampirinya. Aku mencoba melihatnya. Si wanita terkejut, sehingga dia mengangkat kepalanya. Aku berkata kepadanya, “Kau telah datang padaku, dan itu tidak terjadi begitu saja. Temanmu ini yang juga baru aku kenal telah memlihatku sedemikian rupa. Aku mau menolongmu”.
“Kini aku mengalaminya sendiri apa yang temanmu katakan tentangmu, dan itu memang benar. Aku jadi malu. Terima kasih” respon si wanita.
Kemudian temanku menambahkan, “Hun, terima kasih ya. Maaf, aku sudah mengganggumu malam malam begini”.
“Ah kau ini, lain kali aku yang akan mengganggumu, memintamu menjelaskan struktur perdagangan internasional. Aku dengar kau telah mengambil mata kuliah itu, dan sering dimintai tolong oleh mahasiswa lain untuk menjelaskannya” balasku.
“Wah ternyata kau pun telah melihatku sedemikian rupa, ha..ha..ha…” jawabnya. Aku pun juga tertawa, dan si wanita yang tiba-tiba bingung menyiratkan tawa kecil.
Bertemu Dengan Tuhan ?
Beberapa hari yang lampau saya harus bertemu dengan seorang pejabat tinggi di salah satu hotel bintang lima di pusat kota Amsterdam, maka dari itu saya harus melewati daerah kumuh tempat para gelandangan dan pecandu disitu.
Tiba-tiba saya mendengar panggilan "Selamat pagi Tuan!", saya menoleh kebelakang dan saya melihat seorang pengemis tua dengan wajah yang kotor, dekil dan bau alkohol rupanya ia sudah ber-minggu2 tidak mandi. Pakaiannya pun bau dan kotornya sudah tak terlukiskan lagi. Pengemis ini sedang memegang cangkir besar yang berisikan kopi panas. Ia menawarkan kepada saya "Maukah Bapak minum seteguk dari air kopi saya?"
Dalam hati saya jangankan minum dari cangkirnya dekat dengan diapun rasanya sudah muak dan jijik, apalagi kalau melihat kumis dan jangutnya yang masih penuh dengan sisa2 makanan dari kemarin. Disamping itu kalau saya minum dari cangkir bekas dia, jangan2 nanti saya akan ketularan penyakit AIDS?
Logika dan otak saya melarang saya untuk menerima tawaran tsb, tetapi hati nurani saya menganjurkannya: "Percuma lho ke gereja tiap minggu, kalau lho masih mempunyai pikiran dan praduga buruk terhadap orang lain!" Akhirnya saya datang ke pak tua itu dan minum seteguk kopinya, tetapi logika dan pikiran saya berjalan terus. "Apa sih maksud si pak tua ini, menawarkan kopinya kepada saya, jangan2 ia mau minta duit!"
Tetapi saya sudah siap dan ikhlas untuk memberikan uang kepadanya sebagai imbalan dari kopi tsb. Walaupun demikian saya ingin menanyakannya terlebih dahulu: "Kenapa Bapak menawarkan kopi kepada saya?" - "Saya ingin Anda bisa turut menikmatinya, bagaimana enaknya kopi di pagi hari apalagi pada saat dingin seperti sekarang ini." Ketika saya mendengar jawaban tsb saya merasa malu dengan praduga saya terhadap dia. kenyataannya harus belajar dari seorang pemabuk dari seorang gelandangan yang tidak berpendidikan. Walaupun demikian logika saya masih belum mau menyerah, saya masih tetap tidak percaya: - masa sih si pak tua ini tidak ada maunya,
- masa sih si pak tua ini tidak ingin mendapatkan sesuatu imbal balik dari saya,
- masa sih ia mau memberikan seuatu dengan tanpa pamrih,
- apalagi pada saat ini ia lagi membutuhkannya
- pasti ia akan minta uang!
Berdasarkan pemikiran diatas, akhirnya saya menanyakannya sekali lagi kepada dia "Adakah sesuatu yang bisa saya bantu untuk anda?"
- Pengemis itu menjawab: "Ada!"
- wah betapa senangnya saya ketika mendengar jawaban tsb, sebab dengan demikian saya bisa membuktikan analisa saya yang jitu!
"Apakah anda membutuhkan sesuatu?"
- "Tidak!" jawabnya, "saya hanya ingin dipeluk saja oleh Anda, karena saya sudah tidak mempunyai kawan maupun sanak keluarga lagi." jawab pengemis tsb.
Saya kaget mendengar jawaban yang tak diduga tsb, pertama karena analisa dan praduga saya tidak benar, tetapi lebih daripada itu, bagaimana mungkin saya bisa memeluk seorang gelandangan yang sudah ber-bulan2 tidak mandi sehingga pakaiannya kotor dan bau sekali, apalagi sebentar lagi saya harus bertemu dengan seorang pejabat tinggi, jangan2 pakaian saya akan menjadi bau dan kotor juga. Bahkan "Jangan-jangan bisnis saya bisa gagal nanti!", karena pejabat tinggi itu mungkin akan merasa diremehkan oleh saya, kalau saya datang menemuinya dengan pakaian kotor dan bau!
Tetapi entah kenapa, tanpa saya bisa dan mau berfikir lebih lanjut, saya langsung memeluk pak tua pengemis tsb dengan erat, seperti saya memeluk putera saya sendiri. Tanpa saya sadari kejadian tsb disaksikan oleh banyak orang disekitarnya, yang merasa aneh dan janggal melihat seorang yang berpakaian lengkap dengan dasi dan jas mau memeluk seorang pengemis tua, yang kotor dan bau, seperti pada saat pertemuan dari dua orang kawan akrab yang telah bertahun-tahun tidak saling berjumpa.
Pada saat saya sedang memeluk pak tua tsb, se-akan2 terdengar suara sayup-sayup yang sangat lembut: "Ketahuilah: waktu kalian melakukan hal itu, sekalipun kepada salah seorang dari saudara-saudara-Ku yang terhina, berarti kalian melakukannya kepada-Ku!" Saya merasa se-akan2 saya telah bertemu dan memeluk Tuhan Yesus pada saat tsb.
Saya telah diundang minum kopi oleh seorang pengemis, tetapi kebalikannya apakah saya bisa dan saya mau mengundang seorang pengemis untuk minum dan makan bersama dengan saya dan keluarga saya? Kita lebih mudah dan lebih ikhlas memberikan uang kepada seorang pengemis daripada mengundang dia untuk turut makan atau minum bersama dengan kita. Apakah Anda pernah mengundang seorang pengemis untuk makan atau minum dirumah Anda?
Berdasarkan pengalaman tsb saya baru sadar bahwa kalau kita mau mencari Tuhan carilah dengan "Kasih", jangan dengan pikiran logika, karena kekuatan dan kuasa kasih ada jauh lebih besar dan lebih kuat dari segala macam logika yang ada di dunia ini. Kalau orang minta bantuan kepada kita gantilah pikiran logika dengan perasaan kasih, karena Tuhan juga mengasihi kita tanpa menggunakan logika.
Bunuhlah perasaan praduga yang ada di dalam diri kita dan hapuslah perkataan "Jangan-jangan" yang ada di dalam kamus kehidupan kita! Ibu saya tidak bisa menulis dan membaca. Ia membesarkan kami anak2nya hanya dengan penuh rasa kasih sayang tanpa segala macam theori physiologi pendidikan, tetapi saya masih bisa merasakan hasilnya sampai dengan detik ini, walaupun setengah abad telah lewat.
Logika bisa mengotori dan meracuni perasaan kasih. Logika adalah tembok pemisah antara Sang Pencipta dengan manusia! When Jesus said, "If you love Me, keep My commandments" (Jn. 14:15), He was giving us the supreme test of our devotion to Him. Do we pass the test?
For many, love is just a word, A passing phase, a brief emotion; But love that honors Christ our Lord Responds to Him with deep devotion.
One proof of your love for God is your love for your neighbor.
Bangunlah.....!!!
Pada misa 2 minggu lalu aku sempat tertegur saat homili berlangsung, dimana romo tersebut mengatakan suatu pernyataan, “mengapa kamu masih duduk disitu, bangunlah”, aku tertegur karena kata-kata itu memang seakan tertuju kepadaku yang memang terlalu sibuk akan pekerjaanku dan seakan aku tertidur akan kegiatanku lainnya, serta juga memang aku lagi sibuk akan kesibukanku sendiri.
Homili romo tersebut menyentuh hatiku, sehingga dalam hati aku ucapkan kalau boleh aku ingin pada saat komuni nanti, romo tersebut yang memberikannya, karena romo tersebut bukan romo parokiku dan cara dia membawakan homili itu memang menarik dan juga perkataannya itu membuatku terkesan. Aku berkata demikian karena pikirku tidak mungkin romo tersebut memberikan komuni pada deretan tempat aku duduk, karena aku duduk dibelakang, tapi ternyata Tuhan berkehendak lain, saat komuni tiba romo itu tidak seperti misa biasanya, dia bukannya berdiri di deretan depan, tapi dia menuju ke deretan belakang, dan benar dia berada di tepat deretanku, disisi kiri gereja, aku tertegun dan kaget, karena apa yang baru aku ucapkan didengarNya…
Aku menyusun jadwal untuk kegiatan pertemuan dengan teman-temanku pada hari Sabtu depannya, segala sesuatu memang sudah kita siapkan, tapi pada hari Jumat, aku jatuh sakit dan karena kawatir akan kondisi tubuhku dimana aku nanti harus menyetir untuk pulang, maka aku minta ijin dari kantor setengah hari.
Setiba di rumah aku beristirahat, minum obat dan berusaha untuk sembuh dan juga aku berdoa kepada Tuhan, aku mohon agar aku sembuh, sehingga kegiatan besok itu bisa terlaksana, karena memang aku yang akan menyetir untuk ke tempat Bu Lili.
Sabtu paginya saat aku bangun memang aku masih merasakan kurang enak badan, tapi sudah baikkan dari kemarin, dan aku sendiri ragu akan berangkat atau tidak, tapi aku kembali teringat “Bangunlah….“, dan memang akhirnya aku berangkat pagi itu dengan keyakinan itu.
Aku menjemput teman-temanku kemudian menuju ke rumah Bu Lili, selama perjalanan memang aku tidak merasakan sakit kepala dan pilek itu pun sudah terasa hilang, tetapi memang cuaca beberapa hari ini di Jakarta sedang panas sekali, mungkin inilah yang membuat badanku lemas lagi.
Sampai di rumah Bu Lili, aku masih bisa mengontrol diriku, kemudian kita membahas beberapa tulisan, kemudian aku merasa berat sekali, mataku berair, hidungku terus menerus bersin dan akhirnya bilang kepada Bu Lili, aku tiduran saja deh, karena aku merasa tidak kuat, mungkin pengaruh obat Flu yang kuminum juga, tapi ternyata kali ini badanku pun terasa hangat, disitu aku mulai kawatir lagi, wah gimana nanti pulang kalau aku menyetir ?
Bu Lili memberikanku bantal untuk sandaran kepala, dan aku tidru di sofa ruang tamu, aku memang ditawarkan tidur didalam kamar tapi aku cuma butuh sandaran aja pikirku, dan sofa itu pun sudah cukup untuk aku tidur, dan memang aku tertidur sementara yang lainnya terus melanjutkan pembahasan itu.
Ini memang kunjungan pertama kali aku ke rumah Bu Lili, sejak berkenalan kurang lebih sebulan lalu, saat bertemu di priok bersama dengan Romo Gani, dan memang aku mengenal Bu Lili sebelumnya lewat tulisan-tulisannya yang aku baca.
Saat istirahat itu ada seorang tamu datang, dia menanyakan apakah Pak Hendri ada ? Bapak itu mencarinya karena anaknya terluka kakinya. Saat itu Pak Hendri sedang bermain tennis, dan Bu Lili langsung saja memberitahukan hal ini kepada bapak tersebut, aku memang melihat papan ‘Dokter’ di depan rumah Bu Lili, dan aku baru tahu kalau suami Bu Lili adalah juga seorang dokter.
Bapak yang datang tadi kembali bersama anaknya dan juga Pak Hendri, kemudian anak tersebut dibersihkan lukanya dan dibalut kembali, aku hanya mendengar teriakan anak kecil tersebut sembari aku tiduran, dan aku terkesan karena Pak Hendri langsung meninggalkan permainannya dan mengobati anak tersebut, teringat aku akan peristiwa bebrapa tahun lalu, saat temanku matanya terkena pecahan kaca matanya, saat mau masuk unit gawat darurat, pihak rumah sakit tidak langsung bertindak sampai aku menyatakan telah menjamin pembayarannya, aku sungguh kawatir saat itu karena jika temanku menutup matanya saja pecahan kaca itu akan semakin dalam menusuk matanya, sampai mau dioperasi pun, kembali ditanyakan kembali apakah aku sudah mengurus masalah pembayarannya. Sudah hilangkah rasa kemanusiaan ?
Aku tersadar ketika Bu Lili memanggil dan mengenalkanku dengan suaminya, dan langsung mengatakan, sekalian saja kamu berobat, gratis loh, aku tersenyum dan memang aku membutuhkan pertolongan saat itu, kepalaku terasa berat dan badanku pun panas, dan aku diperiksanya dan diberikan obat, terus aku kembali istirahat ditempat itu sampai rada baikkan sementara temanku masih terus bekerja.
Obat yang diberikan itu membuat rasa pening di kepalaku hilang dan panas badanku pun hilang, aku merasa sudah enakkan dan aku yakin bisa menyetir pulang, aku kembali teringat akan perkataanku kepadaNya, ternyata Dia telah mengaturnya, kalau saja pertemuan bukan di tempat Bu Lili mungkin keadaan akan jadi lain, tapi semua ini seakan sudah diaturNya sehingga aku pun bisa kembali sehat berkat pertolongan Pak Hendri dan kegiatan kami ini pun bisa terselesaikan.
Ternyata, memang aku terlalu lama duduk dan juga aku terlalu kawatir, padahal Tuhan telah merencanakannya, kalau aku mau bangkit dan berbuat sesuatu untuk Dia dan sesama, Dia pun akan menuntunNya dan membimbing lewat sapaanNya yang khas, seperti peristiwa misa diatas, yang membuat kita semakin yakin Tuhan selalu beserta kita…. Walau kita masih kadang kala tidak menyertakan Dia dalam kehidupan kita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar